Di setiap kompetisi olahraga
yang datang pasti akan di ingat, dan itu terjadi di Piala Dunia 2014,
Brasil. Banyak kejutan didalamnya baik pertandingan maupun teknologi terbaru
yang dipakai dalam kompetisi sepak bola paling dimintai di dunia ini.
Dalam Piala Dunia tahun ini FIFA sangat serius menyiapkan teknologi yang
menunjang permainan berjalan sesuai harapan, baik untuk kenyaman
penonton ataupun pemain. Dan berikut adalah 5 Inovasi Teknologi di Piala
Dunia 2014 :
1. Teknologi Goal-Line
Cara kerja alat ini adalah dengan
memanfaatkan GoalControl berupa chip yang tertanam di Bola. Setelah itu,
14 kamera berkecepatan tinggi dipasang di sejumlah sudut stadion. Tujuh
kamera dipasang mengarah ke masing-masing gawang. Tiap kali bola
memasuki kotak penalti, kamera akan menangkap momen pergerakan bola dari
berbagai sudut pandang.
Tiap detik kamera-kamera tersebut memproduksi lebih dari 500 images dari sekuen pergerakan bola. Seluruh images itu dikirim ke central evaluation unit (CEU) via kabel serat optik. CEU akan menghitung posisi bola dalam format 3D. Jika bola melintasi garis gawang, CEU langsung mengirim pesan ke arloji wasit.
Seperti halnya tiap produk teknologi, tentu ada margin of error. Secara resmi, toleransi kesalahan mencapai sekitar 1,5 sentimeter. Namun, Holzmuller bilang tidak mungkin lebih dari setengah sentimeter. ’’Dalam uji coba, 2.400 insiden gol dikenali secara akurat oleh sistem ini. Jadi, kita percaya 100 persen,’’ lanjut dia.
Masalahnya, banyak yang menganggap teknologi tersebut membuat keindahan sepak bola berkurang. Para penolak teknologi beralasan bahwa sepak bola adalah olahraga ’’manusia’’. Dengan melibatkan terlalu banyak ’’mesin’’, olahraga menjadi kehilangan unsur subjektif. Padahal, itulah serunya. Tetapi, Presiden FIFA Sepp Blatter sudah bersikap tegas. ’’Tidak ada alasan lagi. Teknologi inilah yang kita butuhkan,’’ kata Blatter sebagaimana dikutip Guardian.
Tiap detik kamera-kamera tersebut memproduksi lebih dari 500 images dari sekuen pergerakan bola. Seluruh images itu dikirim ke central evaluation unit (CEU) via kabel serat optik. CEU akan menghitung posisi bola dalam format 3D. Jika bola melintasi garis gawang, CEU langsung mengirim pesan ke arloji wasit.
Seperti halnya tiap produk teknologi, tentu ada margin of error. Secara resmi, toleransi kesalahan mencapai sekitar 1,5 sentimeter. Namun, Holzmuller bilang tidak mungkin lebih dari setengah sentimeter. ’’Dalam uji coba, 2.400 insiden gol dikenali secara akurat oleh sistem ini. Jadi, kita percaya 100 persen,’’ lanjut dia.
Masalahnya, banyak yang menganggap teknologi tersebut membuat keindahan sepak bola berkurang. Para penolak teknologi beralasan bahwa sepak bola adalah olahraga ’’manusia’’. Dengan melibatkan terlalu banyak ’’mesin’’, olahraga menjadi kehilangan unsur subjektif. Padahal, itulah serunya. Tetapi, Presiden FIFA Sepp Blatter sudah bersikap tegas. ’’Tidak ada alasan lagi. Teknologi inilah yang kita butuhkan,’’ kata Blatter sebagaimana dikutip Guardian.
2. Brazuca
Adidas Brazuca adalah bola resmi yang
dipakai dalam pertandingan Piala Dunia FIFA 2014 yang digelar di
Brasil. Nama bola ini diumumkan pada hari Minggu 2 September 2012
setelah dipilih oleh suara publik, yang diselenggarakan oleh Komite
Penyelenggara Lokal dan Adidas, di mana lebih dari satu juta penggemar
sepak bola Brasil ikut berpartisipasi dalam pemilihan tersebut. Nama
Brazuca terpilih dengan 77,8% suara. Menurut FIFA istilah resmi
“Brazuca” digunakan oleh Brasil untuk menggambarkan kebanggaan nasional
dalam cara hidup Brasil, dan mencerminkan pendekatan mereka untuk sepak
bola, melambangkan emosi, kebanggaan dan niat baik untuk semua. Dua
pilihan voting lainnya yang diberikan adalah: Bossa Nova (14,6% suara)
dan Carnavalesca (7,6% suara).
Dalam sebuah riset National Geographic, 29 Mei 2014, mengungkap bahwa konstruksi bola Brazuca lebih bisa dikendalikan karena permukaan yang lebih kasar dan desain panel.
Terkait permukaan yang lebih kasar, itu disebabkan karena Brazuca punya “jerawat-jerawat” kecil. Ini berguna untuk mengompensasi lebih sedikitnya jumlah panel yang bisa berdampak pada lebih halusnya permukaan bola.
Menurut penelitian Simon Choppin dari Centre for Sports Engineering Research di Sheffield Hallam University, permukaan Brazuca yang lebih kasar juga disebabkan oleh lebih dalam dan lebih panjangnya jahitan pada bola.
“Kami mengukur, kedalaman jahitan Jabulani adalah sekitar 0,48 mm sementara Brazuca punya kedalaman jatuhan 1,56 mm, tiga kali lipat lebih dalam,” jelas Choppin seperti dikutip BBC, 14 Mei 2014.
Choppin menambahkan, “total panjang jahitan Jabulani adalah sekitar 203 sentimeter sementara pada Brazuca 327 cm. Tidak hanya jahitan pada Brazuca lebih dalam, tetapi juga lebih panjang.” Choppin yakin, jahitan pada bola ini akan berdampak cukup signifikan.
Choppin menuturkan, kasarnya permukaan merupakan salah satu kunci untuk mengatasi efek goyangan atau putaran ketika bola bergerak sangat cepat. Dengan memiliki permukaan lebih kasar, Brazuca sudah menjawab masalah.
Rabi Mehta, Kepala Experimental Aero-Physics Branch di Ames Research Center di NASA, mengatakan bahwa rancangan Brazuca memang mengurangi peluang knuckling effect. Brazuca mampu membatasi knuckling effect hingga hanya 48 km/jam, sementara Jabulani 80 km/jam.
Dalam sebuah riset National Geographic, 29 Mei 2014, mengungkap bahwa konstruksi bola Brazuca lebih bisa dikendalikan karena permukaan yang lebih kasar dan desain panel.
Terkait permukaan yang lebih kasar, itu disebabkan karena Brazuca punya “jerawat-jerawat” kecil. Ini berguna untuk mengompensasi lebih sedikitnya jumlah panel yang bisa berdampak pada lebih halusnya permukaan bola.
Menurut penelitian Simon Choppin dari Centre for Sports Engineering Research di Sheffield Hallam University, permukaan Brazuca yang lebih kasar juga disebabkan oleh lebih dalam dan lebih panjangnya jahitan pada bola.
“Kami mengukur, kedalaman jahitan Jabulani adalah sekitar 0,48 mm sementara Brazuca punya kedalaman jatuhan 1,56 mm, tiga kali lipat lebih dalam,” jelas Choppin seperti dikutip BBC, 14 Mei 2014.
Choppin menambahkan, “total panjang jahitan Jabulani adalah sekitar 203 sentimeter sementara pada Brazuca 327 cm. Tidak hanya jahitan pada Brazuca lebih dalam, tetapi juga lebih panjang.” Choppin yakin, jahitan pada bola ini akan berdampak cukup signifikan.
Choppin menuturkan, kasarnya permukaan merupakan salah satu kunci untuk mengatasi efek goyangan atau putaran ketika bola bergerak sangat cepat. Dengan memiliki permukaan lebih kasar, Brazuca sudah menjawab masalah.
Rabi Mehta, Kepala Experimental Aero-Physics Branch di Ames Research Center di NASA, mengatakan bahwa rancangan Brazuca memang mengurangi peluang knuckling effect. Brazuca mampu membatasi knuckling effect hingga hanya 48 km/jam, sementara Jabulani 80 km/jam.
3. Semprotan Penghilang
Sepp Blatter telah menyetujui penggunaan menghilang semprot untuk menandai jarak di tendangan bebas selama Piala Dunia 2014.
Wasit menggunakan menghilang semprot untuk menghentikan tembok pertahanan merayap maju pada tendangan bebas.
Wasit menggunakan menghilang semprot untuk menghentikan tembok pertahanan merayap maju pada tendangan bebas.
Ketika tendangan bebas diberikan dekat
area penalti, wasit yang mondar-mandir peraturan 10 meter antara bola
dan bek terdekat dan kemudian menyemprotkan garis di lapangan untuk
menandai posisi yang benar dari dinding. Jalur ini kemudian menghilang
dari lapangan dalam satu menit.
Blatter mengatakan semprot, dikembangkan di Brazil dan Argentina, telah mendapat sambutan positif setelah digunakan di Piala Dunia Klub di Maroko.
“Saya pikir itu solusi yang sangat baik. Ada yang bilang itu membutuhkan waktu terlalu banyak dan saya juga cukup skeptis di awal tapi semua wasit yang telah menggunakan sistem yang senang dengan itu,” kata Blatter.
Semprot ini telah digunakan selama beberapa tahun di Argentina dan Brazil di mana secara umum diterima bahwa mereka telah mengurangi jumlah berdebat di mana dinding harus berdiri dan telah mencegah perambahan.
“Perwakilan dari Bayern Munich mengatakan bahwa di sini mereka dapat mengambil tendangan bebas dengan dinding sembilan meter, sementara di rumah itu hanya lima,” kata Blatter. “Ini hal yang baru, kita akan mulai menggunakannya di Piala Dunia di Brasil.”
Blatter mengatakan semprot, dikembangkan di Brazil dan Argentina, telah mendapat sambutan positif setelah digunakan di Piala Dunia Klub di Maroko.
“Saya pikir itu solusi yang sangat baik. Ada yang bilang itu membutuhkan waktu terlalu banyak dan saya juga cukup skeptis di awal tapi semua wasit yang telah menggunakan sistem yang senang dengan itu,” kata Blatter.
Semprot ini telah digunakan selama beberapa tahun di Argentina dan Brazil di mana secara umum diterima bahwa mereka telah mengurangi jumlah berdebat di mana dinding harus berdiri dan telah mencegah perambahan.
“Perwakilan dari Bayern Munich mengatakan bahwa di sini mereka dapat mengambil tendangan bebas dengan dinding sembilan meter, sementara di rumah itu hanya lima,” kata Blatter. “Ini hal yang baru, kita akan mulai menggunakannya di Piala Dunia di Brasil.”
4. Teknologi Kamera 4 K
Teknologi kamera 4 K di kembangkan oleh
Sony untuk Piala Dunia 2014 Brasil. Perusahaan asal Jepang itu
menyediakan kamera PMW-F55 CineAlta 4K dan sejumlah perangkat khusus
lainnya untuk menayangkan Piala Dunia dengan dimensi baru dalam
penyiaran olahraga. Teknologi ini pun sukses memberikan tayangan yang
berbeda, meski penonton harus mengeluarkan kocek sendiri untuk menikmati
teknologi ini di rumah.
5. Teknologi SAP Match Insights
Dikembangkan oleh pengembang asal
Jerman, SAP. Teknologi ini sukses mengantarkan Jerman menjadi juara
Piala Dunia tahun ini. Cara kerja teknologi ini adalah dengan sebuah
software yang memungkinkan untuk dapat menganalisa setiap pemain yang
akan bermain, baik itu perkembangan saat berlatih atau bermain. Untuk
lebih lengkapnya silahkan membacanya disini.
0 comments:
Posting Komentar